Posted by : satriyo budi w
Jumat, 28 Februari 2014
Pasalnya beberapa doktrin membedakan antara penembak runduk (sniper) dengan penembak jitu (marksman, sharpshooter, atau designated marksman).
penembak runduk atau marksman biasanya di miliki olet unit unit seperti polisi. gunanya adalah untuk melumpuhkan kriminal yang sedang di kejar oleh polisi. lebih lanjut biasanya di gunakan oleh team team anti terror untuk membebaskan sandra. dan juga tidak jarang di gunakan oleh satuan satuan pengamanan presiden. karakteristiknya yang cocok untuk di tempatkan di gedung gedung tinggi di kota lah yang membuatnya banyak di gunakan oleh team team anti terror dan pasukan pengamanan presiden (passpampres)
Sniper merupakan tim terlatih sebagai ahli stealth dan kamuflase, sementara penembak jitu tidak. Sniper juga merupakan bagian terpisah dari regu infanteri, yang juga berfungsi sebagai pengintai dan memberikan informasi lapangan yang sangat berharga, selain itu sniper juga memiliki efek psikologis terhadap musuh. Sedangkan penembak jitu tidak memakai kamuflase, dan perannya adalah untuk memperpanjang jarak jangkauan pada tingkat regu.
Biasanya jangkauan penembak jitu sampai 800 meter, sedangkan sniper bisa sampai 1500 meter atau lebih. Umumnya sniper menggunakan senapan runduk bolt-action khusus sehingga bisa menjangkau jarak sejauh itu. Sementara penembak jitu menggunakan senapan semi-otomatis,
yang biasanya berupa senapan tempur atau senapan serbu yang dimodifikasi dan ditambah teleskop.
Revolusi Amerika menjadi moment awal kemunculan penembak jitu. Saat itu, Kompi senapan Amerika, yang dipersenjatai Pennsylvania/Kentucky Long Rifle, menjadi prajurit dalam Tentara Kontinental yang bertugas menjadi penembak jitu. Keakuratan mereka dalam menembak ternyata membuat banyak perwira Inggris yang harus mencopot lambang perwira mereka, agar tidak dijadikan target penembakan.
Selain Amerika, Inggris juga menjadi tempat kemunculan penembak jitu. Tepatnya Angkatan Darat Inggris pada era Napoleon yang dilatih menjadi penembak jitu. Mereka memang paling diandalkan dan berada di barisan terdepan saat terjadi pertempuran. Dengan alur khusus didalam larasnya, senapan ini jauh lebih akurat, walau pengisiannya lebih lama. Para pemakai senapan ini termasuk tentara elit Inggris, dan menjadi garis depan yang diandalkan pada banyak pertempuran.
Saat terjadi perang saudara di Amerika Serikat, penembak jitu juga dipakai untuk membunuh target-target yang akan menjadi mangsa. Mereka digunakan oleh kedua pihak yang berperang. Mengerikan bukan? Prajurit elit ini menggunakan teleskop sepanjang laras pada senapan Whitworth dan bisa membunuh tentara musuh pada jarak 300 yard, jarak tembak yang sangat luar biasa pada masa itu.
Kiprah penembak runduk Nusantara telah dikenal sejak perang Aceh pada abad ke 19. Berkat didikan tentara Jepang yang biasa bertempur dengan kondisi serba minim, para prajurit "Siluman" itu banyak berperan saat revolusi fisik 1945-1949.
sejarah sniper di indonesia
Cukup sulit menentukan kapan ilmu tembak runduk (sniping) mulai dikenal oleh para prajurit di Nusantara. Minimnya catatan sejarah mengenai ini, baik dari masa Hindia Belanda, Jepang, maupun pasca Poklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, membuat upaya penelusuran poses tumbuh dan berkembangnya ilmu tembak runduk di tanah air laksana mencari sebatang jarum di tengah onggokan jerami.
Kerterlibatan para penembak runduk (sniper) di dalam sebuah petempuran hampir bisa dipastikan dibayangi aroma kerahasiaan sebagai dampak budaya "ambil jalan pintas" yang acap diambil para komandan pasukan. Dalam situasi seperti ini, jangan harap bakal ada selembar catatan terbuka soal terlibatnya penembak runduk.
Sejak bercokolnya Belanda di Bumi Pertiwi pada abad ke 17, ratusan konflik bersenjata banyak terjadi. Kala itu pola pertempurannya masih diwarnai gaya baku bunuh di Abad Pertengahan. Kedua belah pihak yang bertikai saling berbenturan secara frontal dalam jarak dekat. Dalam situasi seperti ini tak hanya prajurit rendahan bahkan perwira tinggi sekelas Jenderal pun bakal berkesempatan melihat wajah pembunuhnya disaat detik-detik akhir maut menjemputnya.
Sniper Aceh
Kian intensnya peran senjata api semasa pergolakan menentang Belanda pada abad Ke 18 dan 19 membuat beragam senjata api banyak beredar di tangan sejumlah kelompok perlawanan. Sayang, penggunaannya belum maksimal mengingat kesulitan kelompok perlawanan memperoleh amunisinya. Terbukti dari uraian dalam laporan kematian para perwira pasukan kolonial Hindia Belanda yang kebanyakan tewas akibat senjata tajam atau tembakan jarak dekat.
Mungkin satu-satunya aksi tembak runduk kelompok perlawanan yang secara resmi diakui rejim kolonial adalah insiden tewasnya Mayor Jenderal JHR Kohler di depan Mesjid Raya Baitul Rachman, Kutaraja (kini Banda Aceh) pada tanggal 14 April 1873. Saat itu pasukan ekspedisi Belanda berkekuatan sekitar 5.000 orang yang telah sembilan hari menyerang Kesultanan Aceh berhasil mendobrak pertahanan Laskar Aceh di Mesjid Raya dan kemudian membakarnya hingga ludes.
Kohler yang tengah mengadakan inspeksi situasi palagan hendak beristirahat di bawah sebuah pohon yang berjarak sekitar 100 meter dari mesjid. Mendadak sebuah tembakan meletus dan mengenai tepat di kepalanya hingga membuat Kohler tewas seketika. Pelakunya, yang kemudian di berondong pasukan Belanda, ternyata seorang remaja Laskar Aceh berusia 19 tahun yang bersembunyi di reruntuhan mesjid.
Jendral Kohler
Di lain pihak, Laskar Aceh sendiri sempat merasakan betapa ampuhnya sengatan penembak runduk. Salah satu tokoh, Teuku Umar, tewas dihajar sebutir peluru emas milik seorang penembak runduk dari satuan elit Marechaussee di pantai Sua Ujung Kuala. Saat itu Teuku Umar tengah merencanakan penyerbuan terhadap kota Meulaboh pada dini hari tanggal 11 Februari 1899.
dari berbagai sumber